KATA-NYA SELINGKUH ITU INDAHOleh

“Bukan !” Protes hatiku“Cinta!” Hasrat ku“ Bukan! Ini nafsu bukan cinta!” Bantahku lagi.Hati dan hasratku saling bertentangan. Ini semua gara-gara rasa yang aneh menyelinap dalam hatiku. Rasa itu tiba-tiba datang ketika mata ini beradu pandang. Sosok Cemplon memang menggairahkan, cantik dan montok. Lagi-lagi hatiku tak terima namun hasratku tetap ingin mempertahankannya.“Sadar dong kamu sudah ber istri dan punya anak!” Bentak hatiku“Iya aku tahu, tapi rasa cinta ini begitu besar padanya” Jawabku“Itu bukan cinta! Tapi nafsu?” Ucap hatiku.Aku bingung, resah dengan pertempuran ini. Entah siapa yang akan menang, namun ini semua menyiksa badanku. Sebab rasa itu meyebabkan aku kehilangan selera makanku, merenggut tidur malamku, mengganggu mimipiku, dan mengikiskan kasih sayangku pada Cila anakku. Aku benar-benar resah ketika hadirnya justru membuat semua keadaan menjadi suram dan kelam. Ingin aku mengumpatinya, mencelanya, merajamnya namun, besarnya sayang mengubah niatku. Jika aku tak bertemu dengannya aku merasa kesal dan cemburu. Namun jika aku bertemu rasa marahku hilang. Ini ?! rasa ini yang aku takutkan, rasa yang dulu telah aku buang jauh-jauh ke negeri seberang, bertahun-tahun telah aku kubur hidup-hidup, kini sejak kehadirannya menumbuhkan dan mengingatkanku pada kenangan lama yang menyakitkan. Kasihan istriku, tak pernah tahu tentang rasa dimasa laluku yang begitu membara dan tak tergantikan oleh tulus cintanya. Namun, tak akan sia-sia cintamu istriku. Aku akan berjuang sekuat tenagaku untuk membalas cintamu, sebab kaulah cinta abadiku. Dia itu badai?” bisik hatiku.Bukan! Dia angin yang menyejukan, biarlah dia menginjak tangga-demi tangga kehidupanku, menikmati bahagia bersamaku walau sesaat” Jawab hasratku.Gila!” Jerit hatikuSudah……!” Bentakku.Kenapa aku dapat mendengar percakapan itu. Percakapan dan pertentangan antara hasrat dengan hatiku. Otakku pusing. Ingin aku lari saja dari hidup ini, ingin aku tinggalkan hasrat dan hatiku agar aku tak dapat merasakan apa-apa. Semakin sendiri, semakin kencang pertempuran itu, semakin hari semakin membuat ubun-ubunku seakan mau pecah. Aku mencoba berontak untuk tidak melayani hasratku, aku mampu ketika Cemplon tak ada didekatku. Namun ketika ia ada didekatku hilang semua ingatanku pada istriku. Rasa ini memang dasyat. Rasa yang diberikan Tuhan pada setiap umatnya. Untuk menguji sebuah kesetiaan. Aku berharap lulus sebagai laki-laki yang setia pada istrinya, namun, kenapa justru aku terjebak pada sebuah keindahan rasa yang semu dan menyakitkan. Cemplon, jelmaan iblis yang menyerupai masa laluku. Ia pandai sekali memanfaatkan kelemahanku. Ia tahu segala isi hati dan hasratku. Ini yang membuat aku tak berdaya sama sekali. Ia korek lagi luka lama yang hampir saja sembuh, ia kobarkan kembali cinta yang selama ini aku padamkan, ia merusak lagi akal sehatku. Sungguh pintar dan licik, ia memanfaatkanku pada situasi yang sedang labil. Cemplon pergi begitu saja dari kehidupanku, seakan tanpa dosa, dan salah. Ia tinggal hatiku yang hancur oleh amarah dan cemburu. Ia tinggalkan tubuhku yang tak berdaya karena tak sesuap nasipun masuk dalam lambungku dalam beberapa minggu ini. Dasar cemplon Iblis!” Aku meratap sesal tapi tak berguna semua telah terjadi. Dan aku sendiri yang salah dalam hal ini. Jika aku tidak memberikan cela itu untuknya ia pasti tak dapat masuk dalam hatiku. Aku menjadi manusia bodoh lagi.Catatan kesedihanku betambah, sesalku juga bertambah. Jika aku tatap wajah istriku yang tertidur pulas sambil memeluk Cela, hatiku teriris rasanya, mataku berkaca.“Istriku maafkan aku, aku tak dapat membalas ketulusan cintamu dengan cintaku, karena aku masih mencintai masa laluku, yang hadir kembali saat ini.” Batinku. Sepandai tupai melompat ada saatnya terjatuh, serapih apapun menyimpan bangkai, baunya akan tetap tercium. Rahasia besar ini pasti akan terungkap, aku akan membukannya sendiri demi kejujuran dan rasa tanggung jawab. Aku tak sampai hati seandainya istriku tahu semua ini dari mulut orang lain, aku ingin istriku mendengar semuanya lewat mulutku, aku ingin istriku percaya semua kata-kataku. Walaupun aku menghianati kepercayaannya. Malam ini, sebulan sudah aku merasakan penderitaan. Derita yang aku bangkitkan dari dalam kubur hatiku. Kebangkitan masa lalu yang sama sekali tak aku inginkan. Semua terjadi begitu saja, bagai siang hari yang terik tiba-tiba hujan. Semuanya tanpa sengaja, tanpa niat dan mengalir begitu saja, bagi air yang mengalir dari puncak ketinggian. Deras namun indah dan menyejukan. Aku bangunkan istriku yang sedang tidur memeluk Cila anakku.“Jeng?,” ucapku lembut sambil menepuk pundak istriku.“Iya mas?, ada apa?” ucapnya sambil membalikan badanya dan menatapku dengan mata yang belum melek sempurna. Lalu kami duduk berhadapan.Entah apa yang ingin aku ucapkan sebagai kata pengantar, ku tarik nafas yang memberat didadaku dan menghembuskan seluruhnya agar aku dapat tenang dan lancar dalam berkata-kata. “Maafkan aku jeng?” Itu kata pertamaku. Istriku menatap mataku dengan seribu tanda Tanya.“Apa salahmu mas?” Tanya pertama, langsung menembus ulu hatiku. Mataku terpejam.“Banyak jeng” Jawabku. Lalu diam. Istriku semakin gelisah dengan tingkahku.“Ada apa sebenarnya mas?, Tolong jangan buat aku bingung dengan sikapmu.” Ratap istriku.“Jeng, tidak merasakan perubahan pada sikapku selama ini? Tepatnya sebulan ini?”Istriku masih menatap wajahku dengan tatapan bingung. Ia mencoba mengingat hari-hari yang aneh selama ini. Namun ia tidak menemukan hari yang aneh itu.“Tidak mas, memangnya selama ini kenapa.?, mas biasa saja. Berangkat kerja masih berpamitan, aku cium tangan, lalu mas mencium keningku dan pipi Cila, dan uang belanja selalu cukup, tidak ada yang aneh mas. Dan mas selalu pulang tepat waktu dan hari-hari minggu mas masih mengajakku belanja bersama ke supermarket.” Jawab istriku panjang. Aku terdiam, benar-benar tak sanggup aku untuk menyakiti hati istriku, walaupun sama sekali ia tak tau, bahwa hari aneh itu selalu ada setiap malam, setiap ia tidur sambil memeluk Cila. Saat itulah aku menghianati kepercayaannya. Sebelum tidur selalu kubisikan nama yang lain dalam tidurku mengaharap masa lalu hadir dalam indahnya mimpi. Setiap malam, pagi, siang dan senja. Nama yang bukan nama istriku, nama wanita yang aku cintai selain istriku, nama masa laluku yang menyakitkan namun aku rindukan. Nama yang dapat membuat semangatku bangkit. Hari yang aneh, hanya aku yang dapat merasakannya. Kebohongan batin sudah keterlaluan. Aku tak tahan dengan gejolak ini. Aku ingin ungkapkan ini semua langsung pada istriku, agar kepercayaannya padaku semakin kokoh. Itu harapanku. Istriku masih bingung dengan sikapku, apalagi setelah tetes pertama air mataku jatuh di sudut mataku. Ia tambah kebingungan, justru istriku yang merasa bersalah.“Ada apa sih mas?, apakah aku telah mengecewakan mas?” Pertanyaan itu seperti bodem menghantam telak dinding hatiku. Aku tersentak, terasa nyeri hatiku semakin menjadi. Genangan air mata semakin merembes keluar. Aku pria yang cengeng. Hampir tak dapat berkata-kata lagi, aku peluk erat tubuh istriku yang masih menahan rasa kebingungan. “Aku selingkuh” Bisikku pelan ditelingah istriku.Dengan cepat istriku melepaskan pelukanku, ia ingin memastikan kata-kataku dengan sorot mata tajam menembus kalbu.“Apa mas!?” istriku terkejut dan tambah bingung. kapan suamiku menghianati aku?, selama ini aku tak melihat yang aneh pada mu. Aku percaya akan cintamu padaku. Kapan kamu melakukan permainan itu dibelakangku?. Selama ini kamu selalu ada didekatku, tak pernah jauh, kau selalu pulang tepat waktu, hari liburpun kamu selalu bersamaku. Kapan?. Pertanyaan itu menari-nari di ulu hatinya. “Iya, Jeng. Aku mencintai orang yang tidak seharusnya aku cintai. Selama ini aku merasa gila. Aku merasa aku bukanlah aku. Aku merasa menjadi pencuri dan penjahat. Aku jahat ! jahat jeng!. “ Kupegang pundak istriku dan aku goncangkan. Air mata istriku merebak, setelah mendengar kata-kataku. Ia terdiam dalam dendam dan tanda Tanya. “Selama ini aku bertempur dengan akal dan nafsuku. Semakin aku melihat kebaikan dan baktimu tulus padaku, semakin sakit hati ini, semakin memuncak rasanya dosaku. Wanita sebaik kamu aku khianati, aku sia-siakan. Aku memang bodoh!. Sedangkan yang aku cintai dan aku kagumi, jauh berlenggang dengan kebahagiaan ia menang telah mengancurkan aku. Ia puas dengan dendamnya. Tapi aku?, aku hanya bisa menyesal. Tanpa dapat berbuat apa-apa. Yang dapat aku lakukan adalah berterus terang padamu, sebelum orang lain yang menceritakan padamu.” Istriku tertunduk lesu, air matanya, menetes menahan geram dan haru. “Sekarang terserah kamu Jeng?, apa yang akan kamu lakukan untuk menghukum suami yang tak tahu diri ini.” Lanjutku. Istriku hanya memandang dengan mata yang telah basah. Berkali-kali ia tahan air dalam hidungnya dengan menariknya kembali masuk kedalam krongkongan. “Entah mas!, aku tak tahu, yang aku inginkan darimu selama ini hanya kejujuranmu. Mas sudah jujur mengakui semua ini, walaupun aku tidak bertanya, bahakan aku tidak tahu sebelumnya. Justru dengan sikap mas yang seperti ini, aku menjadi semakin cinta dan janji akan menjagamu dari pencuri yang akan mengambil cinta di hatimu” Ucapannya tulus. Ucapan itu seperti pedang yang tajam menembus dada, dingin, namun mematikan. Tepat dihatiku ia hujamkan pedang itu. Nyes!, dingin menyakitkan, hingga krongkonganku seakan tersumbat oleh benda yang membuat berat nafasku, dan membuat aku tak dapat berkata-kata lagi. Serpihan luka aku susun kembali menjadi keindahan yang tak lagi utuh. Jika bukan Cila anakku yang menjadi penyambung cintaku dan istriku. Aku tak tahu apa yang terjadi dengan perahu layar keluargaku. Sekuat apapun badai, jika keterbukaan dan kejujuran masih kokoh merajah hati, pasti akan berlalu dengan lembut.

Tidak ada komentar: